MAKALAH
DASAR
LOGIKA dan PENULISAN ILMIAH
TENTANG
PENYIMPULAN
TIDAK LANGSUNG
Disusun
Oleh :
Kelompok
5
1. Aida
Nurmala sari (13060031)
2. Erni
Walini (13060020)
3. Mega
Novita Sari (13060024)
4. Pindo
(13060013)
5. Melda
Yunita (13060015)
6. Jumadi
Putra (130600 )
BK
2013 A
Dosen
Pembimbing : Hengki Yandri, M.Pd., Kons
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATERA BARAT
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Proes
penalaran atau jalan pikiran manusia pada hakikatnya sangat kompleks dan rumit,
dan dapat terdiri dari suatu mata rantai evidensi dan kesimpulan-ksimpulan.
Karena kekompleksan dan kerumitan itulah maka tidak mengherankan bila ahli-ahli
logika dan pikologi tidak selalu sepakat mengenai beberapa unsur dari proses
penalaran itu.
Terlepas
dari perbedaan pendapat mengenai unsur-unsur tersebut, kiranya akan sangat
bermanfaat bila dikemukakan beberapa dasar umum yang biasa dipelajari dalam
logika untuk menmbah pengertian mengenai cara menghubungkan mata rantai itu
sehingga dapat diperoleh suatu kesimpulan yang baik.
Untuk
memperoleh suatu kesimpulan yang baik, maka ada metode yang ditempuh. Metode
itu adalah metode induktif dan metode deduktif. Dari latar belakang masalah
diatas, penulis menjadi tertarik untuk membahas mengenai induktif dan deduktif.
B.
Rumusan
Masalah
1. Induksi
2. deduksi
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui apa itu induksis
2. Untuk
mengetahui apa itu deduksi
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Induksi
Induksi
adalah suatu proses berfikir yang bertolak dari satu atau sejumlah fenomenal
individual untuk menurunkan suatu kesimpulan (inferensi). Proses penalaran ini
mulai bergerak dari penelitian atau evaluasi atas fenomena-fenomena yang ada.
Karena semua fenomena harus diteliti dan dievaluasi terlebih dahulu sebelum
melangkah lebih jauh ke proses penalaran induktif, maka proses penalaran itu
juga disebut sebagai suatu corak berfikir yang ilmiah, namun induksi sendiri
tidak akan banyak manfaatnya kalau tidak diikuti oleh proses berfikir yang
kedua, yaitu deduksi. (Keraf, Gorys, 2010: 42)
Induksi
adalah proses pemikiran yang didalamnya akal kita dari pengetahuan tentang
kejadian/peristiwa-peristiwa/hal-hal yang lebih kongkrit dan khusus
menyimpulkan pengetahuan yang lebih umum. (Poespoprojo dan Gilarso, 1987:15)
1. Generalisasi
(Keraf, Gorys, 2010: 43).
Generalisasi adalah suatu proses
penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan
suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena tadi.
Generalisasi dapat dibedakan menjadi generalisasi loncatan induktif dan yang
bukan loncatan induktif.
a. Loncatan
induktif
Sebuah generalisasi yang bersifat
loncatan induktif tetap bertolak dari beberapa fakta, namun fakta yang
digunakan belum mencerminkan seluruh fenomena yang ada. Fakta-fakta tersebut
atau proposisi-proposisi yang digunakan itu kemudian dianggap sudah mewakili
seluruh persoalan yang diajuhkan. Dengan demikian loncatan induktif dapat
diartikan sebagai loncatan dari sebagian efidensi kepada suatu generalisasi
yang jauh melampaui kemungkinan yang diberi oleh evidensi-evidensi itu.
Generalisasi semacam ini mengandung
kelemahan dan mudah ditolak kalau terdapat evidensi-evinsi yang bertentangan.
Tetapi kalau sampai yang dipergunakan itu secara kualitatif kuat kedudukannya,
maka generalisasi semacam itu juga akan kuat dan sahih sifatnya, apalagi kalau
bisa diperbanyak lagi fakta atau evidensi yang menunjang.
Contoh: bila ahli-ahli filologi eropa
berdaarkan pengamatan mereka mengenai bahasa-bahasa Ido-German kemudian menarik
suatu kesimpulan bahwa didunia terdapat 3000 bahasa, maka ini merupakan suatu
loncatan induktif.
b. Tanpa
loncatan induktif
Sebuah generalisasi tidak mengandung
loncatan dedutif bila fakta-fakta yang diberikan cukup nbanyak dan menyakinkan,
sehingga tidak terdapat peluang untuk menyerang kembali.
Sebab itu, perbedaan antara
generalisasi dengan loncatan induktif dan tanpa loncatan induktif sebenarnya
terletak dalam persoalan jumlah fenomena yang diperlukan.
Contoh untuk menyimpulkan bagaimana
sifat orang indoneia pada umum diperlukan ratusan fenomena.
Karena generalisasi itu sering
mendahului observasi atas sejumlah peristiwa yang cukup menyakinkan, maka perlu
diadakan pengecekan atau evaluasi atas generalisasi tersebut. Pengujian atau
evaluasi tersebut terdiri dari :
1) Harus
diketahui apakah sudah cukup banyak jumlah peristiwa yang dielidiki sebagai
dasar generalisasi tersebut (ciri kuantitatif).
2) Apakah
peristiwa-peristiwa itu merupakan contoh yang baik (sampel yang baik; ciri
kualitatifnya) bagi semua jenis peristiwa yang diselidiki ? dengan memilih
peritiwa-peristiwa yang khusus , boleh dikatakan bahwa generalisasi itu akan
kuat kedudukannya.
3) Hal
lain yang perlu diperhatikan adalah memperhitungkan kekecualian-kekecualian
yang itdak sejalan dengan generalisasi itu.
4) Perumusan
generalisai itu sendiri juga harus absah.
2. Hipotese
dan teori (Keraf, Gorys, 2010: 47)
Hipotese (hypo ‘dibawah’. Tithenai
‘menempatkan’.) adalah semacam teori atau kesimpulan yang diterima sementara
waktu untuk menerangkan fakta-fakta tertentu sebagai penuntun dalam meneliti
fakta-fakta lain lebih lanjut. Teori adalah azaz-azaz yang umum dan abstrak
yang diterima secara ilmiah dan sekurang-kurangnya dapat dipercaya untuk
menerangkan fenomena-fenomena yang ada. Hipotese merupakan suatu dugaan yang
bersifat sementara mengenai sebab-sebab atau relasi antara fenomena-fenomena,
sedangkan teori merupakan hipotese yang telah diuji dan yang dapat diterapkan
pada fenomen-fenomena yang relevan atau sejenis.
Untuk merumuskan hipotese yang baik, ada
beberapa ketentuan yaitu:
a. Secara
maksimal memperhitungkan semua evidensi yang ada; semakin banyak evidensi yang
digunakan, semakin hipotese yang diajukan.
b. Bila
tidak ada lasan-alasan lain, maka antara dua hipotese yang mungkin diturunkan,
lebih baik memilih hipotese yang sederhana dari pada yang rumit.
c. Sebuah
hipotese tidak pernah terpisah dari semua pengetahuan dan pengalaman manusia.
d. Hipotese
bukan hanya merumuskan fakta-fakta yang membentuknya, tetapi juga haru
menjelaskan juga fakta-fakta lain sejenis yang belum diselidiki.
3. Analogi
(Keraf, Gorys, 2010: 48)
Analogi atau kadang-kadang disebut juga
analogi induktif adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari dua peristiwa
khusus yang mirip satu sama lain, kemusian menyimpulkan bahwa apa yang berlaku
untuk sutau hal akan berlaku pula untuk hal yang lain.
Analogi induktif atau analogi logis
sebagai suatu proses penalaran bertolak dari suatu kesamaan aktual antara dua
hal.
Analogi sebagai suatu proses penalaran
untuk menurunkan suatu kesimpulan berdasarkan kesamaan aktual antara dua hal
itu dapat diperinci lagi untuk tujuan-tujuan berikut:
a. Untuk
meramalkan kesamaan.
b. Untuk
menyingkapkan kekeliruan
c. Untuk
menyusun sebuah klasifikasi
4. Hubungan
kausal (Keraf, Gorys, 2010: 50)
Pada umumnya hubungan kausal dapat
berlangsung dalam tiga pola berikut:
a. Sebab
ke akibat
Hubungan sebab ke akibat mula-mula
bertolak dari suatu peristiwa yang dianggap sebagai sebab yang diketahui,
kemudian bergerak maju menuju kepada suatu kesimpulan sebagai efek atau akibat
yang terdekat.
b. Akibat
ke sebab
Hubungan akibat ke sebab merupakan suatu
proses berfikir yang induktif juga dengan bertolak dari suatu peristiwa yang
dianggap sebagai akibat yang diketahui, kemudian bergerak menuju sebab-sebab
yang mungkin telah menyebabkan akibat tadi.
Contoh: dokter yang menetapkan bahwa
sakit didada pasian disebabkan oleh kanker. Jadi jalan pikiran ini bertolak
dari akibat yang diketahui (sakit di dada) menuju kepada sebuah sebab (kanker).
c. Akibat
ke akibat
Corak ketiga dalam hubungan kausal adalah proses
penalaran yang bertolak dari suatu akibat menuju suatu akibat yang lain, tanpa
menyebut apamencari sebab umum yang menimbulkan kedua akibat tadi.
B.
Deduksi
Deduksi
berasal dari kata latin deducere (de yang berarti ‘dari’, dan kata ducere yang
berarti ‘menghantar’, ‘memimpin’). Deduksi merupakan suatu prosese berpikir
(penalaran) yang bertolak dari suatu proposisi yang sudah ada, menuju kepada
suatu proposisi baru yang berbentuk suatu kesimpulan. (Keraf, Gorys, 2010: 57)
Deduksi
adalah proses pemikiran yang didalamnya akal kita dan pengetahuan yang lebih
umum menyimpulkan pengetahuan yang lebih khusus (Poespoprojo dan Gilarso,
1987:15).
Proses
berfikir yang deduktif akan dilansungkan melalui beberapa corak deduktif yaitu
silogisme kategorial, silogisme hipotesis, silogisme disjungtif atau silogisme
alternatif, entimem, rantai deduksi dan teknik pengujian kebenaran atas tiap
corak penalaran deduktif itu (Keraf, Gorys, 2010: 58).
1. Silogisme
kategorial (Keraf, Gorys, 2010: 57)
Yaitu suatu bentuk proses penalaran yang
berusaha menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang berlainan untuk
menurunkan suatu kesimpulan atau infrensi yang merupakan proposisi yang ke
tiga.
Sebuah silogisme disusun oleh sebuah
proposisi yang disebut sebagai premis.kata premis berasal dari kata praemissus yang merupakan bentuk
partisipium perfektum dari kata praemitere; prae ‘ sebelum’, ‘lebih dahulu’;
mittere’ mengirim’. Proposisi-proposisi diberi nama sesuai dengan term yang
dikandungnya yaitu pada premis mayor,
ada premis minor, dan konklusi.
a. Premis
mayor, adalah premis yang mengandung term mayor dari silogisme itu. Premis
mayor adalah proposisi yang dianggap benar bagi semua anggota kelas tertentu.
b. Premi
minor, adalah premis yang mengandung term minor dari silogisme itu. Premis
minor adalah proposisi yang mengidentifikasi sebuah peristiwa yang khusus
sebagai anggota dari kelas tadi.
c. Kesimpulan
adalah proposisi yang mengatakan bahwa apa yang benar tentang eluruh kelas,
juga akan benar atau berlaku bagi anggota tertentu.
Silogisme
kategorial dapat dibatasi sebagai argumen deduktif yang mengandung suatu
rangkaian yang terdiridari toga proposisi kategorial, yang disusun sedemikian
rupa sehingga ada tiga term yang muncul dalam rangkaian pernyataan itu. Dalam
rangkaian ini (silogime kategorial) hanya terdapat 3 term dan tiap term muncul
dalam dua proposisi. Term predikat dari konklusi adalah term mayor dari seluruh
silogisme itu. Sedangkan subjek dari konklusi disebut term minor dari
silogisme, sementara term yang muncul dalak kedua premis dan tidak muncul dalam
kesimpulan disebut term tengah.
Validitas
(keabsahan atau kesahihan) dari suatu silogisme semata-mata tergantung dari
bentuk logisnya, sedangkan kebenaran tergantung dari fakta-fakta yang mendukung
sebuah penyataan.
Untuk
menguji validitas sebuah silogime itu absah atau tidaknya dapat dipergunakan
bentuk sebuah silogisme sebagai dikemukakan diatas. Untuk pengujian itu dapat
digunakan diagram Venn.
Kaidah-kaidah
silogisme kategorial:
a. Sebuah
silogisme harus terdiri dari tiga proposisi.
b. Dalam
ketiga proposisi itu harus terdapat tiga term yaitu term mayoryang merupakan
term predikat dari konklusi, term minor yang menjadi term subjek dari konklusi,
dan term tengah yang menghubungkan premis mayor dan premis minor.
c. Setiap
term yang terdapat dalam kesimpulan harus tersebar atau sudah disebut dalam
premis-premisnya.
d. Bila
salah satu premis bersifat universal dan yang lain bersifat partikular, maka
konklusinya harus bersifat partikular
e. Dari
dua premis yang bersifat universal, konklusi yang diturunkan juga harus
bersifat universal.
f. Jika
sebuah silogisme mengandung sebuah premis yang positif dan sebuah premis yang
negatif, maka konklusinya harus negatif.
g. Dari
dua buah premis yang negatif tidak dapat ditarik kesimpulan.
h. Dari
dua premis yang bersifat partikular, tidak dapat ditarik kesimpulan yang sahih.
2. Silogisme
hipotesis
Silogisme hipotesis atau silogisme
pengadaian adalah semacam pola penalaran deduktif yang mengandung hipotese.
Silogisme hipotesisi bertolak dari suatu pendirian, bahwa ada kemungkinan apa
yang di sebut dalam proposisi itu tidak ada atau tidakterjadi. Premi mayornya
mengandung pernyataan yang bersifat hipotesis. Oleh sebab itu, rumus proposisi
mayor dari silogisme ini adalah jika P, maka Q. (Keraf, Gorys, 2010: 70)
3. Silogisme
alternatif
Silogisme
alternatif disebut juga silogisme disjungtif. Silogisme ini dinamakan demikian
karena proposisi mayornya merupakan sebuah proposisi alternatif. Yaitu proposisi
yang mengandung kemungkinan-kemungkinan atau pilihan-pilihan. Sebaliknya
proposisi minor adalah proposisi kategorial yang menerima atau menolak salah
satu alternatifnya. Konklusi silogisme ini tergantung dari premis minornya;
kalau premis minornya menerima suatu alternatif, maka alternatif lainnya
ditolak; kalu premis minornya menolak satu alternatif, maka alternatif lainnya
diterima dalam konklusi(Keraf, Gorys, 2010: 71).
4. Entimem
Dalam
kehidupan sehari-hari biasanya silogisme itu muncul hanya dengan dua proposisi,
salah satunya dihilangkan. Walaupun dihilangkan, proposisi itu tetap dianggap
ada dalam pikiran, dan dianggap diketahui pula oleh orang lain. Bentuk semacam
ini dinamakan entimen(Keraf, Gorys, 2010: 72).
Kelemahan-kelemahan
kesimpulan deduktif adalah (ahmadi, Abu, 2009: 172):
1. Kesalahan
material, yakni kesalahan dari isi premis mayor.
2. Pada
contoh tersebut premis mayor tidak mempunyai isi yang benar.
3. Kesalahn-kesalahn
formal. Kesalahn ini tidak terdapat pada isi premisnya, tetapi pada jalan
deduksinya.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Induksi adalah suatu proses berfikir yang
bertolak dari satu atau sejumlah fenomenal individual untuk menurunkan suatu
kesimpulan (inferensi). Proses penalaran ini mulai bergerak dari penelitian
atau evaluasi atas fenomena-fenomena yang ada. Karena semua fenomena harus
diteliti dan dievaluasi terlebih dahulu sebelum melangkah lebih jauh ke proses
penalaran induktif, maka proses penalaran itu juga disebut sebagai suatu corak
berfikir yang ilmiah, namun induksi sendiri tidak akan banyak manfaatnya kalau
tidak diikuti oleh proses berfikir yang kedua, yaitu deduksi. (Keraf, Gorys,
2010: 42)
Deduksi
merupakan suatu prosese berpikir (penalaran) yang bertolak dari suatu proposisi
yang sudah ada, menuju kepada suatu proposisi baru yang berbentuk suatu
kesimpulan.
B.
Saran
Dengan
adanya makalah ini diharapkan kepada pembaca dan penulis dapatmemahami materi
yang ada dalam makalh ini dan dapat mengunakan dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR
PUSTAKA
Poespoprojo dan
Gilarso. 1987. Logika Ilmu Menalar. Bandung: Remadja Karya
Keraf, Gorys.
2010. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Ahmadi, Abu.
2009. Psikologi Umum. Jakarta: Rineka Cipta
MEGA GAMING ONLINE | GAMING ONLINE, ONLINE
BalasHapusOnline slot 울산광역 출장안마 machines will become a 광주광역 출장샵 new norm in the Philippines, but 용인 출장안마 the booming online gaming industry 양주 출장마사지 is expanding in popularity in other parts 충주 출장마사지 of