Kamis, 16 April 2015

MAKALAH
DASAR LOGIKA dan PENULISAN ILMIAH

TENTANG
PENYIMPULAN TIDAK LANGSUNG


Disusun Oleh :
Kelompok 5

1.      Aida Nurmala sari       (13060031)
2.      Erni Walini                  (13060020)
3.      Mega Novita Sari        (13060024)
4.      Pindo                           (13060013)
5.      Melda Yunita              (13060015)
6.      Jumadi Putra               (130600   )

BK 2013 A

Dosen Pembimbing : Hengki Yandri, M.Pd., Kons


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATERA BARAT
2014


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Proes penalaran atau jalan pikiran manusia pada hakikatnya sangat kompleks dan rumit, dan dapat terdiri dari suatu mata rantai evidensi dan kesimpulan-ksimpulan. Karena kekompleksan dan kerumitan itulah maka tidak mengherankan bila ahli-ahli logika dan pikologi tidak selalu sepakat mengenai beberapa unsur dari proses penalaran itu.
Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai unsur-unsur tersebut, kiranya akan sangat bermanfaat bila dikemukakan beberapa dasar umum yang biasa dipelajari dalam logika untuk menmbah pengertian mengenai cara menghubungkan mata rantai itu sehingga dapat diperoleh suatu kesimpulan yang baik.
Untuk memperoleh suatu kesimpulan yang baik, maka ada metode yang ditempuh. Metode itu adalah metode induktif dan metode deduktif. Dari latar belakang masalah diatas, penulis menjadi tertarik untuk membahas mengenai induktif dan deduktif.
B.     Rumusan Masalah
1.      Induksi
2.      deduksi
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa itu induksis
2.      Untuk mengetahui apa itu deduksi












BAB II
PEMBAHASAN
A.    Induksi
Induksi adalah suatu proses berfikir yang bertolak dari satu atau sejumlah fenomenal individual untuk menurunkan suatu kesimpulan (inferensi). Proses penalaran ini mulai bergerak dari penelitian atau evaluasi atas fenomena-fenomena yang ada. Karena semua fenomena harus diteliti dan dievaluasi terlebih dahulu sebelum melangkah lebih jauh ke proses penalaran induktif, maka proses penalaran itu juga disebut sebagai suatu corak berfikir yang ilmiah, namun induksi sendiri tidak akan banyak manfaatnya kalau tidak diikuti oleh proses berfikir yang kedua, yaitu deduksi. (Keraf, Gorys, 2010: 42)
Induksi adalah proses pemikiran yang didalamnya akal kita dari pengetahuan tentang kejadian/peristiwa-peristiwa/hal-hal yang lebih kongkrit dan khusus menyimpulkan pengetahuan yang lebih umum. (Poespoprojo dan Gilarso, 1987:15)
1.      Generalisasi (Keraf, Gorys, 2010: 43).
Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena tadi. Generalisasi dapat dibedakan menjadi generalisasi loncatan induktif dan yang bukan loncatan induktif.
a.       Loncatan induktif
Sebuah generalisasi yang bersifat loncatan induktif tetap bertolak dari beberapa fakta, namun fakta yang digunakan belum mencerminkan seluruh fenomena yang ada. Fakta-fakta tersebut atau proposisi-proposisi yang digunakan itu kemudian dianggap sudah mewakili seluruh persoalan yang diajuhkan. Dengan demikian loncatan induktif dapat diartikan sebagai loncatan dari sebagian efidensi kepada suatu generalisasi yang jauh melampaui kemungkinan yang diberi oleh evidensi-evidensi itu.
Generalisasi semacam ini mengandung kelemahan dan mudah ditolak kalau terdapat evidensi-evinsi yang bertentangan. Tetapi kalau sampai yang dipergunakan itu secara kualitatif kuat kedudukannya, maka generalisasi semacam itu juga akan kuat dan sahih sifatnya, apalagi kalau bisa diperbanyak lagi fakta atau evidensi yang menunjang.
Contoh: bila ahli-ahli filologi eropa berdaarkan pengamatan mereka mengenai bahasa-bahasa Ido-German kemudian menarik suatu kesimpulan bahwa didunia terdapat 3000 bahasa, maka ini merupakan suatu loncatan induktif.
b.      Tanpa loncatan induktif
Sebuah generalisasi tidak mengandung loncatan dedutif bila fakta-fakta yang diberikan cukup nbanyak dan menyakinkan, sehingga tidak terdapat peluang untuk menyerang kembali.
          Sebab itu, perbedaan antara generalisasi dengan loncatan induktif dan tanpa loncatan induktif sebenarnya terletak dalam persoalan jumlah fenomena yang diperlukan.
          Contoh untuk menyimpulkan bagaimana sifat orang indoneia pada umum diperlukan ratusan fenomena.
Karena generalisasi itu sering mendahului observasi atas sejumlah peristiwa yang cukup menyakinkan, maka perlu diadakan pengecekan atau evaluasi atas generalisasi tersebut. Pengujian atau evaluasi tersebut terdiri dari :
1)      Harus diketahui apakah sudah cukup banyak jumlah peristiwa yang dielidiki sebagai dasar generalisasi tersebut (ciri kuantitatif).
2)      Apakah peristiwa-peristiwa itu merupakan contoh yang baik (sampel yang baik; ciri kualitatifnya) bagi semua jenis peristiwa yang diselidiki ? dengan memilih peritiwa-peristiwa yang khusus , boleh dikatakan bahwa generalisasi itu akan kuat kedudukannya.
3)      Hal lain yang perlu diperhatikan adalah memperhitungkan kekecualian-kekecualian yang itdak sejalan dengan generalisasi itu.
4)      Perumusan generalisai itu sendiri juga harus absah.
2.      Hipotese dan teori (Keraf, Gorys, 2010: 47)
Hipotese (hypo ‘dibawah’. Tithenai ‘menempatkan’.) adalah semacam teori atau kesimpulan yang diterima sementara waktu untuk menerangkan fakta-fakta tertentu sebagai penuntun dalam meneliti fakta-fakta lain lebih lanjut. Teori adalah azaz-azaz yang umum dan abstrak yang diterima secara ilmiah dan sekurang-kurangnya dapat dipercaya untuk menerangkan fenomena-fenomena yang ada. Hipotese merupakan suatu dugaan yang bersifat sementara mengenai sebab-sebab atau relasi antara fenomena-fenomena, sedangkan teori merupakan hipotese yang telah diuji dan yang dapat diterapkan pada fenomen-fenomena yang relevan atau sejenis.
Untuk merumuskan hipotese yang baik, ada beberapa ketentuan yaitu:
a.       Secara maksimal memperhitungkan semua evidensi yang ada; semakin banyak evidensi yang digunakan, semakin hipotese yang diajukan.
b.      Bila tidak ada lasan-alasan lain, maka antara dua hipotese yang mungkin diturunkan, lebih baik memilih hipotese yang sederhana dari pada yang rumit.
c.       Sebuah hipotese tidak pernah terpisah dari semua pengetahuan dan pengalaman manusia.
d.      Hipotese bukan hanya merumuskan fakta-fakta yang membentuknya, tetapi juga haru menjelaskan juga fakta-fakta lain sejenis yang belum diselidiki.
3.      Analogi (Keraf, Gorys, 2010: 48)
Analogi atau kadang-kadang disebut juga analogi induktif adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari dua peristiwa khusus yang mirip satu sama lain, kemusian menyimpulkan bahwa apa yang berlaku untuk sutau hal akan berlaku pula untuk hal yang lain.
Analogi induktif atau analogi logis sebagai suatu proses penalaran bertolak dari suatu kesamaan aktual antara dua hal.
Analogi sebagai suatu proses penalaran untuk menurunkan suatu kesimpulan berdasarkan kesamaan aktual antara dua hal itu dapat diperinci lagi untuk tujuan-tujuan berikut:
a.       Untuk meramalkan kesamaan.
b.      Untuk menyingkapkan kekeliruan
c.       Untuk menyusun sebuah klasifikasi
4.      Hubungan kausal (Keraf, Gorys, 2010: 50)
Pada umumnya hubungan kausal dapat berlangsung dalam tiga pola berikut:
a.       Sebab ke akibat
Hubungan sebab ke akibat mula-mula bertolak dari suatu peristiwa yang dianggap sebagai sebab yang diketahui, kemudian bergerak maju menuju kepada suatu kesimpulan sebagai efek atau akibat yang terdekat.
b.      Akibat ke sebab
Hubungan akibat ke sebab merupakan suatu proses berfikir yang induktif juga dengan bertolak dari suatu peristiwa yang dianggap sebagai akibat yang diketahui, kemudian bergerak menuju sebab-sebab yang mungkin telah menyebabkan akibat tadi.
Contoh: dokter yang menetapkan bahwa sakit didada pasian disebabkan oleh kanker. Jadi jalan pikiran ini bertolak dari akibat yang diketahui (sakit di dada) menuju kepada sebuah sebab (kanker).
c.       Akibat ke akibat
Corak ketiga dalam hubungan kausal adalah proses penalaran yang bertolak dari suatu akibat menuju suatu akibat yang lain, tanpa menyebut apamencari sebab umum yang menimbulkan kedua akibat tadi.

B.     Deduksi
Deduksi berasal dari kata latin deducere (de yang berarti ‘dari’, dan kata ducere yang berarti ‘menghantar’, ‘memimpin’). Deduksi merupakan suatu prosese berpikir (penalaran) yang bertolak dari suatu proposisi yang sudah ada, menuju kepada suatu proposisi baru yang berbentuk suatu kesimpulan. (Keraf, Gorys, 2010: 57)
Deduksi adalah proses pemikiran yang didalamnya akal kita dan pengetahuan yang lebih umum menyimpulkan pengetahuan yang lebih khusus (Poespoprojo dan Gilarso, 1987:15).
Proses berfikir yang deduktif akan dilansungkan melalui beberapa corak deduktif yaitu silogisme kategorial, silogisme hipotesis, silogisme disjungtif atau silogisme alternatif, entimem, rantai deduksi dan teknik pengujian kebenaran atas tiap corak penalaran deduktif itu (Keraf, Gorys, 2010: 58).
1.      Silogisme kategorial (Keraf, Gorys, 2010: 57)
Yaitu suatu bentuk proses penalaran yang berusaha menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang berlainan untuk menurunkan suatu kesimpulan atau infrensi yang merupakan proposisi yang ke tiga.
Sebuah silogisme disusun oleh sebuah proposisi yang disebut sebagai premis.kata premis berasal dari kata praemissus yang merupakan bentuk partisipium perfektum dari kata praemitere; prae ‘ sebelum’, ‘lebih dahulu’; mittere’ mengirim’. Proposisi-proposisi diberi nama sesuai dengan term yang dikandungnya yaitu pada premis mayor, ada premis minor, dan konklusi.
a.       Premis mayor, adalah premis yang mengandung term mayor dari silogisme itu. Premis mayor adalah proposisi yang dianggap benar bagi semua anggota kelas tertentu.
b.      Premi minor, adalah premis yang mengandung term minor dari silogisme itu. Premis minor adalah proposisi yang mengidentifikasi sebuah peristiwa yang khusus sebagai anggota dari kelas tadi.
c.       Kesimpulan adalah proposisi yang mengatakan bahwa apa yang benar tentang eluruh kelas, juga akan benar atau berlaku bagi anggota tertentu.
Silogisme kategorial dapat dibatasi sebagai argumen deduktif yang mengandung suatu rangkaian yang terdiridari toga proposisi kategorial, yang disusun sedemikian rupa sehingga ada tiga term yang muncul dalam rangkaian pernyataan itu. Dalam rangkaian ini (silogime kategorial) hanya terdapat 3 term dan tiap term muncul dalam dua proposisi. Term predikat dari konklusi adalah term mayor dari seluruh silogisme itu. Sedangkan subjek dari konklusi disebut term minor dari silogisme, sementara term yang muncul dalak kedua premis dan tidak muncul dalam kesimpulan disebut term tengah.
Validitas (keabsahan atau kesahihan) dari suatu silogisme semata-mata tergantung dari bentuk logisnya, sedangkan kebenaran tergantung dari fakta-fakta yang mendukung sebuah penyataan.
Untuk menguji validitas sebuah silogime itu absah atau tidaknya dapat dipergunakan bentuk sebuah silogisme sebagai dikemukakan diatas. Untuk pengujian itu dapat digunakan diagram Venn.
Kaidah-kaidah silogisme kategorial:
a.       Sebuah silogisme harus terdiri dari tiga proposisi.
b.      Dalam ketiga proposisi itu harus terdapat tiga term yaitu term mayoryang merupakan term predikat dari konklusi, term minor yang menjadi term subjek dari konklusi, dan term tengah yang menghubungkan premis mayor dan premis minor.
c.       Setiap term yang terdapat dalam kesimpulan harus tersebar atau sudah disebut dalam premis-premisnya.
d.      Bila salah satu premis bersifat universal dan yang lain bersifat partikular, maka konklusinya harus bersifat partikular
e.       Dari dua premis yang bersifat universal, konklusi yang diturunkan juga harus bersifat universal.
f.       Jika sebuah silogisme mengandung sebuah premis yang positif dan sebuah premis yang negatif, maka konklusinya harus negatif.
g.      Dari dua buah premis yang negatif tidak dapat ditarik kesimpulan.
h.      Dari dua premis yang bersifat partikular, tidak dapat ditarik kesimpulan yang sahih.
2.      Silogisme hipotesis
Silogisme hipotesis atau silogisme pengadaian adalah semacam pola penalaran deduktif yang mengandung hipotese. Silogisme hipotesisi bertolak dari suatu pendirian, bahwa ada kemungkinan apa yang di sebut dalam proposisi itu tidak ada atau tidakterjadi. Premi mayornya mengandung pernyataan yang bersifat hipotesis. Oleh sebab itu, rumus proposisi mayor dari silogisme ini adalah jika P, maka Q. (Keraf, Gorys, 2010: 70)
3.      Silogisme alternatif
Silogisme alternatif disebut juga silogisme disjungtif. Silogisme ini dinamakan demikian karena proposisi mayornya merupakan sebuah proposisi alternatif. Yaitu proposisi yang mengandung kemungkinan-kemungkinan atau pilihan-pilihan. Sebaliknya proposisi minor adalah proposisi kategorial yang menerima atau menolak salah satu alternatifnya. Konklusi silogisme ini tergantung dari premis minornya; kalau premis minornya menerima suatu alternatif, maka alternatif lainnya ditolak; kalu premis minornya menolak satu alternatif, maka alternatif lainnya diterima dalam konklusi(Keraf, Gorys, 2010: 71).
4.      Entimem
Dalam kehidupan sehari-hari biasanya silogisme itu muncul hanya dengan dua proposisi, salah satunya dihilangkan. Walaupun dihilangkan, proposisi itu tetap dianggap ada dalam pikiran, dan dianggap diketahui pula oleh orang lain. Bentuk semacam ini dinamakan entimen(Keraf, Gorys, 2010: 72).
Kelemahan-kelemahan kesimpulan deduktif adalah (ahmadi, Abu, 2009: 172):
1.      Kesalahan material, yakni kesalahan dari isi premis mayor.
2.      Pada contoh tersebut premis mayor tidak mempunyai isi yang benar.
3.      Kesalahn-kesalahn formal. Kesalahn ini tidak terdapat pada isi premisnya, tetapi pada jalan deduksinya.






BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
 Induksi adalah suatu proses berfikir yang bertolak dari satu atau sejumlah fenomenal individual untuk menurunkan suatu kesimpulan (inferensi). Proses penalaran ini mulai bergerak dari penelitian atau evaluasi atas fenomena-fenomena yang ada. Karena semua fenomena harus diteliti dan dievaluasi terlebih dahulu sebelum melangkah lebih jauh ke proses penalaran induktif, maka proses penalaran itu juga disebut sebagai suatu corak berfikir yang ilmiah, namun induksi sendiri tidak akan banyak manfaatnya kalau tidak diikuti oleh proses berfikir yang kedua, yaitu deduksi. (Keraf, Gorys, 2010: 42)
Deduksi merupakan suatu prosese berpikir (penalaran) yang bertolak dari suatu proposisi yang sudah ada, menuju kepada suatu proposisi baru yang berbentuk suatu kesimpulan.           
B.     Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada pembaca dan penulis dapatmemahami materi yang ada dalam makalh ini dan dapat mengunakan dalam kehidupan sehari-hari.


DAFTAR PUSTAKA

Poespoprojo dan Gilarso. 1987. Logika Ilmu Menalar. Bandung: Remadja Karya


Keraf, Gorys. 2010. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama


Ahmadi, Abu. 2009. Psikologi Umum. Jakarta: Rineka Cipta

                                                   

1 komentar:

  1. MEGA GAMING ONLINE | GAMING ONLINE, ONLINE
    Online slot 울산광역 출장안마 machines will become a 광주광역 출장샵 new norm in the Philippines, but 용인 출장안마 the booming online gaming industry 양주 출장마사지 is expanding in popularity in other parts 충주 출장마사지 of

    BalasHapus